Rabu, 27 Januari 2010

Cerdas Finansial, mulai dari rumah..

BANYAK habis, sedikit apalagi. Begitulah sifat uang. Bagi orang yang menggunakannya, uang tak pernah tahan lama di tangan. Masalahnya, setiap orang sering kali tidak dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga sering terjadi kebobolan, tekor, atau malah terbelit utang.

AHLI manajemen keuangan keluarga, Eko P. Pratomo menilai, "ketidakseimbangan" antara penghasilan dan pengeluaran terjadi karena pendidikan yang ada hanya mengajarkan bagaimana cara orang harus mencari uang. Akan tetapi, pendidikan tidak pernah mengajarkan bagaimana orang bisa mengelola uang. Berdasarkan itulah, Eko mengajak semua kalangan untuk memulai cara pengelolaan keuangan ini melalui institusi yang paling kecil, yakni keluarga.

Bagaimanakah cara pengelolaan uang benar? Apakah seperti Ny. Ina (37), karyawati sebuah perusahaan swasta yang selalu membuat catatan pengeluaran dan pemasukan setiap awal bulan? Atau seperti Dini (27) yang membiarkan begitu saja aliran uangnya tanpa ada perhitungan?

"Ah, buat saya sama saja. Dicatat tidak dicatat juga sama tekornya," ujarnya. Dini ditemui "PR" saat belanja bulanan di sebuah swalayan di Bandung.

Berbeda dengan Dini, walaupun sekadar menghitung ala warung, Ina mengaku mempunyai catatan keuangan di rumahnya.

"Sejak dulu, suami saya selalu mengajarkan untuk mencatatkan semua uang yang masuk dan digunakan. Walaupun tekor setiap bulan, membuat buku keuangan bulanan seperti ini sudah jadi kebiasaan. Minimal, kita tahu berapa tekor untuk dicari cara menutupnya," ujar Ina.

Cerdas finansial

Ada banyak cara mengelola keuangan secara cerdas. Perencana keuangan, Mike Rini Sutikno, C.F.P. mengatakan, ada dua langkah untuk memulai pengelolaan keuangan. Langkah pertama, lihat tingkat kesehatan keuangan yang ada, buat neracanya, hitung aset, lalu lakukan analisis. Bila langkah itu sudah dilakukan, masuk pada langkah berikutnya dengan menghitung arus kas lewat keluar masuknya uang.

Dengan demikian, catatan keuangan tidak terbatas pada arus kas yang keluar masuk seperti yang dilakukan Ny. Ina. Akan tetapi juga ada catatan aset neraca besar yang akan sangat berpengaruh pada arus kas yang keluar masuk saban hari. Contohnya, pencatatan aset rumah, kendaraan, atau positive income (pemasukan lain) di pemasukan utama. Ini penting karena berdasarkan analisis tertentu, bukan tidak mungkin aset-aset ini nantinya akan digulirkan. Misalnya rumah, bila akan dibangun lagi dan memerlukan pinjaman, dapat ditaksir bank berapa kemungkinan harganya.

"Kalau kita tidak tahu aset apa saja yang dimiliki dengan hitungannya, repot. Nanti kita tidak tahu analisis aset keseluruhan uang yang ada di rumah kita. Ini berkaitan pula dengan zakat atau pajak yang harus dikeluarkan," ujarnya.

Kondisi keuangan yang sehat, kata Mike, apabila jumlah pendapatan setelah dikurangi 10-30% dari total pendapatan itu untuk menabung, tidak mengalami defisit dengan jumlah pengeluaran. Artinya, jumlah uang yang masuk dengan uang keluar setelah dikurangi kebutuhan menabung, tidak tekor alias defisit, dengan kondisi utang (kalau memang ada utang), semakin menurun.

Kondisi keuangan seperti ini, kata Mike, sangat sulit ditemui. Karena pada umumnya, pengeluaran lebih besar dari pendapatan. Kalaupun pendapatan masih dapat memenuhi kebutuhan, pada umumnya masyarakat Indonesia belum bisa menabung. Kalaupun ada dan masih bisa menabung, itu pun hanya sisa dari anggaran yang terpakai. "Kalau tidak ada atau malah tekor, mana mungkin bisa menabung," ujarnya.

Untuk pencatatan arus keluar masuk uang, Mike menyarankan membuat skala prioritas anggaran. Dengan asumsi, gaya sesuai kemampuan. Soalnya kata Mike, banyak keluarga yang justru mendahulukan gaya walaupun kemampuan tidak ada. Akibatnya, ngutang sana sini atau menjadi debitur untuk beberapa kartu kredit. "Mending kalau pembayarannya tepat, kalau tidak, malah membelit diri sendiri," tuturnya.

Pencatatan kas keluar masuk uang dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama sisihkan 10-30 persen untuk menabung. Kemudian sisihkan untuk kebutuhan pembayaran utang, premi asuransi, selanjutnya baru untuk biaya hidup. Menabung 10-30 persen bisa untuk tabungan pendidikan anak, tabungan hari tua, atau tabungan apa pun. "Pokoknya harus nabung dulu, sebelum digunakan untuk apa-apa," ujarnya.

Biasanya kaum perempuan suka dengan barang-barang cicilan. "Agar kondisi keuangan terkendali, lakukan pembayaran utang ini setelah menabung," ungkapnya menganjurkan.

Anggaran biaya hidup meliputi makan, transportasi, pembayaran listrik, air, telefon, gas, biaya sekolah, dan jajan anak-anak, sampai ke biaya untuk senang-senang (hiburan). Biaya hiburan kata Mike, tetap harus dianggarkan. Apakah untuk sebulan sekali, dua bulan sekali, atau bahkan setahun sekali.

Dengan perencanaan, seseorang dapat tetap menikmati liburan walaupun mungkin penghasilannya tidak seberapa.

Dari rumah

Sejalan dengan semangat menciptakan iklim keuangan sehat dalam keluarga, Eko P. Pratomo mengatakan, cerdas finansial dapat dimulai dari rumah. Dengan cara setiap keluarga (orang tua) mengajarkan anaknya berlatih mengelola keuangan masing-masing. Agar pada saat dewasa dan berkeluarga, mereka sudah terbiasa mengatur keuangan. Contohnya, berikan anak tanggungjawab untuk mengelola keuangan sehari-hari. Misalnya si adik yang duduk di SMP berikan anggaran mingguan dengan rincian uang untuk kebutuhan transport, jajan, dan pembelian pulsa. Sarankan kepada anak untuk menyisihkan terlebih dahulu 10% dari total uang yang diterimanya untuk menabung. Tabungan ini kelak dapat digunakan untuk keinginan-keinginan di luar anggaran rutin.

Kendati begitu, kata Eko, orang tua tetap harus memberikan uang di luar itu, bila memang ada anggaran lain, seperti untuk nonton bersama dengan teman, dll.

Mendidik anak mengatur keuangannya sendiri, kata Eko, otomatis mengarahkan anak untuk dapat menentukan skala prioritas dari kebutuhannya. Tidak cuma itu, anak juga dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Kebutuhan dan keinginan, tentu saja berbeda. Kebutuhan menurut Eko, biasanya digunakan untuk hal-hal yang prioritas. Sementara keinginan, biasanya untuk hal-hal yang bersifat aksesori atau gaya hidup.

Menurut Eko, dua hal terpenting dalam mengelola keuangan adalah pengelolaan keuangan jangka pendek (pengeluaran bulanan) dan jangka panjang (pendidikan anak dan pensiun). Keduanya harus disiapkan jauh-jauh hari melalui tabungan.

Sementara itu untuk menghitung keperluan biaya pendidikan anak di sebuah keluarga, Mike menyarankan, setiap orang tua mengetahui jumlah total biaya yang harus dibayarkan pada saat akan SD/ SMP/ SMA/ perguruan tinggi. Bila jumlahnya sudah diketahui, orang tua harus menabung sebanyak empat kali lipat dari tersebut. Dengan asumsi sudah memperhitungkan kemungkinan terjadinya kenaikan anggaran dan uang tersedia aman pada waktunya. "Makanya, penting bagi orang tua mengetahui besaran biaya masuk sekolah yang akan dipilih anaknya," ujarnya.

Usaha

Baik Eko maupun Mike, mengesahkan beberapa perempuan yang mencari penghasilan tambahan. Dengan catatan, bukalah usaha yang sesuai dengan bakat dan minat. Upayakan jangan sampai memimjam modal besar ke bank. Akan tetapi pergunakan modal yang dimiliki walaupun mungkin tidak seberapa. "Menghindari utang jauh lebih baik. Apalagi bagi seseorang yang baru memulai usaha," ujarnya.

Mike menggarisbawahi, jangan mencoba usaha money game. Usaha money game tidak berbeda dengan MLM. Setiap peserta hanya mengambil keuntungan dari setiap anggota yang ada di bawahnya. Bedanya, MLM ada barang rilnya yang diputarkan uang tersebut, sedangkan money game tidak.

Bila posisi orang yang terlibat dalam usaha itu berada di atas jaringan MLM, kemungkinan memperoleh penghasilan besar, cukup lumayan. Namun sebaliknya, bagi peserta yang posisinya berada di bawah, malah akan mengalami kerugian. Apalagi bila anggota usaha itu tidak mampu menambah jumlah keanggotaan berikutnya, malah bisa merugi.

"Lagi pula Islam mengajarkan, harus selalu ada `sesuatu` yang diputarkan oleh uang yang kita jadikan modal. Kalau tidak, namanya fiktif, penipuan. Sebaiknya hindari, pilihlah usaha lain yang lebih aman," ujarnya. (Eriyanti/"PR")***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar